Tak lekang ditelan zaman latar dari gedung tua era kolonial mengawal sejarah dari kota jakarta, museum fatahillah setidaknya mempunyai dua nama populer bagi warga kota sebut saja museum sejarah jakarta dan museum batavia, untuk sejarah dari gedung tua yang hingga kini tetap berdiri megah sebagai museum, gedung ini dahulu dibangun pada awal abad ke 16 oleh serikat dagang hindia timur atau verenigde oost indische compagnie (voc) belanda yang bernama gedung staadhuis, digunakan sebagai balai pemerintahan dan lokasi penjara sementara tawanan, beberapa tawanan yang terkenal seperti pahlawan nasional diponegoro dan cut nyak dien pernah di tawan di sel gedung staadhuis sebelum mereka di asingkan, hingga era awal kemerdekaan fungsi gedung menjadi lokasi balai pemerintahan sementara provinsi jawa barat, dan diresmikannya bangunan ini sebagai museum pada tahun 1974 oleh pemerintahan dki jakarta.
Berkunjung ke museum fatahillah tidak hanya menambah wawasan akan sejarah cerita dari lintas zaman, banyak warga kota yang menjadikan lokasi di sekitar areal halaman museum sebagai memori nostalgia mereka dengan suasana kota lama, tak heran ketika pengunjung yang datang menggunakan pakaian dan baju era kolonial dengan khas kendaraan mereka sepeda onhtel.
Moda transportasi untuk mengunjungi museum fatahillah dapat menggunakan transjakarta dan kereta api, jika menggunakan transjakarta bisa menaiki busway dengan rute blok m koridor pertama dan turun di halte stasiun besar jakarta kota dan hanya tingga beberapa puluh meter saja dari museum dengan menuju arah selatan jalan pintu besar utara, jika menggunakan kereta api dapat berangkat dari kereta commuter line dan ekonomi tujuan bogor - jakarta kota, dan turun di stasiun jakarta kota itu sendiri.
Museum fatahillah terbilang berada di lahan yang cukup luas hingga lebih dari 13.500 m2, posisinya yang strategis di tengah kota tua membuat kawasan ini nampak terlihat antik dan sangat tua, gaya arsitektur kental dengan sentuhan eropa, hampir tak banyak berubah dari kondisi fisik bangunan sejak era kolonial belanda, dan museum ini sendiri memiliki puluhan ribu benda koleksi sejarah yang dipamerkan dengan terbagi dalam tiga zona pertama mempelajari tata cara kebudayaan manusia sebelum mereka mengenal tulisan (prasejarah), setidaknya beberapa koleksi museum berupa arterfak dari alat perkakas yang digunakan manusia purba dahulu pada zaman neolitikum yang digunakan sebagai alat untuk berburu, memancing dan alat dapur.
Selanjutnya zona bagaimana perjalananan sejarah tentang pristiwa dan kejadiah baik terekam dari berbagai benda benda koleksi atau prasasti, pada lokasi ini banyak peniggalan dari bangsa bangsa seperti eropa, asia, dan arab koleksi yang umumnya berupa beragam patung, senjata meriam, mebel dan furniture ataupun alat pembayaran dari koin koin, uang kertas, hingga uang cek dari bank java dahulu, untuk koleksi prasasti sendiri yang dapat dilihat seperti prasasti hindu buddha hingga inskripsi era kolonial dan salah satu koleksi yang terkenal adalah prasasti ciaruteun yang tertulis di sebongkah batu dimana merupakan peniggalan dari kerajaan tarumanegara yang berkembang antara abad ke 400 hingga 600 sm.
Dan terakhir merupakan bagian dari etnografi yang mempelajari tentang kebudayaan dan perkembangan sejarah, pada lokasi ini memamerkan beragam koleksi berupa baju adat tradisional hingga asesoris dan pernak pernik yang mereka gunakan, alat alat kesenian seperti perlengkapan membatik, tak ketinggalan juga tata cara keseharian masyarakat, seperti memamerkan alat alat dari cara mereka bertani, dan mencari ikan, pada koleksi buku pustaka setidaknya pihak museum fatahillah mempunya kurang lebih 1000 koleksi dari berbagai jenis buku, bacaan tersebut merupakan kumpulan dari terbitan lama seperti pada zaman penjajahan dahulu.
Jika anda ingin bernostagia merasakan kota tempo dulu kawasan kota tua umumnya menjadi lokasi yang pas untuk bermanja dan mengabadikan sisi bagian sudut sudut kota, areal kawasan parkir di museum ini terbilang cukup luas banyak para pengunjung sekedar berlalulang, dan untiknya anda akan menemukan hal yang sama dengan resto dan cafe yang tak jauh dari museum, penataan arsitektur juga kental bernuansa masa kolonial.
0 komentar
Posts a comment